Author : Fatmawati eka putri
Facebook : Fadhma pudtryii
Twitter : @Fatmaaps
Main cast : Lee Donghae a.k.a Donghae
Fatmawati Eka Putri a.k.a Park Hie Mie
Sub Cast : Anggraeni Arum Sari a.k.a Park Seung Rin
Genre : Romantic and sad
Disclaimer : LEE DONGHAE IS MINE!!! LEE DONGHAE IS MINE!!! XD *di gebukin Elfishy* ekekek~ LEE DONGHAE is ELF`s but this Fanfict is mine!! :D dont copast please...
Recomended Song : Beast – Because of you
Super Junior – My only girl
IU – Good day
Please give comment to my Story ^^ your comment is my spirit!! ~~
FF ~ A thousand airplane paper ~
Hie Mie melihatnya, ditengah- tengah kerumunan pejalan kaki. Dibawah derasnya hujan yang mengguyur bumi, seorang namja kurus berdiri sambil menengadah menatap langit. Ia terlihat mencolok, karena ia satu-satunya orang yang tidak menggunakan payung.
Namja itu tampak tak peduli akan tatapan heran orang yang lalu-lalang disekelilingnya, seolah-olah hanya ia yang berada ditempat itu.
Hie Mie hampir ingin menangis melihat mata lelaki itu. Mata yang sendu, sarat akan kepedihan. Hie Mie menghampirinya, memayunginya.
Namja itu mendongak, menatap Hie Mie. Kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Hie Mie dengan sejuta tanya dalam pikirannya.
***
Hie Mie menatap pohon sakura dari balik jendela kelasnya, pohon-pohon di sekitar sekolahnya tersebut mulai berbunga, mulai menunjukkan keindahan yang hanya dimiliki oleh negara yang terkenal akan kemajuan tekhnologinya itu.
Sudah sebulan Hie Mie berada di Seoul, ia terpaksa pindah dan meninggalkan Indonesia, tanah kelahirannya, karena appanya dipindah tugaskan ke negara ini.
Sudah tiga hari pula Hie Mie bersekolah di sekolah Asian Pacific International School.
Sambil bertopang dagu, Hie Mie kembali mengingat kejadian tiga minggu yang lalu.
Saat ia bertemu dengan Namja misterius bermata sendu.
Hie Mie menghela nafas, bertanya-tanya dalam hati mengapa tatapan Namja itu begitu sendu.“Mie-ah?” Panggil seseorang menyadarkan Hie Mie. “Ne, Seung Rin?” “Waeyo melamun?” Tanya Seung Rin.
Seung Rin merupakan teman pertama Hie Mie di Asian Pacific International School. Seung Rin orang Seoul asli, bermata sipit dan berkulit putih seperti orang Seoul kebanyakkan.“Ah, aniyoo Rin-ah. Hanya sedang berpikir saja.” Jawab Hie Mie dengan bahasa Korea yang pas-pasan.
Seung Rin tersenyum maklum, kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya, menyalin catatan pelajaran kemarin.
Saat Hie Mie hendak mengalihkan pandangannya, Hie Mie menangkap sosok familiar yang akhir-akhir ini sering mengganggu pikirannya. Namja kurus yang menantang hujan itu sedang berjalan masuk kedalam kelasnya. Ia menggunakan seragam yang sama dengannya, menenteng tas, kemudian berjalan melewati Hie Mie yang terbengong-bengong. Ternyata Namja itu duduk dua bangku dibelakang Hie Mie.
***
Lee Donghae, itulah nama lengkap Namja itu. Ini Hie Mie ketahui dari cerita Seung Rin. Donghae tidak punya teman, karena Donghae jarang masuk sekolah. Sepertinya Donghae sakit, tapi Seung Rin dan teman-teman sekelas tidak ada yang tahu Donghae sakit apa. Donghae selalu sendirian, baik saat istirahat maupun saat pulang sekolah. Saat istirahat, Donghae selalu duduk sendirian dibangkunya, atau berdiri dipinggir jendela sambil menatap pohon-pohon. Karena tidak tahan melihat itu, akhirnya saat pulang sekolah Hie Mie menghampiri meja Donghae. “Donghae-ssi.” Panggil Hie Mie, Donghae mendongak memandang Hie Mie.
Hie Mie makin gugup karena melihat wajah Donghae yang tanpa ekspresi. “Mungkin kamu tidak ingat aku, tapi kita pernah bertemu sebelumnya. Aku yang memayungimu saat hujan deras beberapa minggu yang lalu.” . “Aku tidak ingat.” Donghae berdiri dari duduknya, dan berlalu meninggalkan Hie Mie.“ gidarida(tunggu)!” Teriak Hie Mie. Sekejap teman-teman sekelas Hie Mie memperhatikan mereka. Donghae menoleh. Hie Mie menarik nafas dalam-dalam.“Park Hie Mie imnida, ingin berteman denganmu Lee Donghae”
***
Hie Mie berjuang, untuk bisa dekat dengan Donghae. Hie Mie tidak tahu apa yang memotivasi dirinya, ia hanya ingin mengusir mendung dimata Donghae.
Donghae selalu menolak untuk dekat dengan Hie Mie, ia bahkan menepis tangan Hie Mie, saat Hie Mie menyentuh lengannya. Selama berminggu-minggu Hie Mie terus mengajak Donghae mengobrol, mengajaknya makan bekal bersama dan lain-lain.
Hingga suatu hari Hie Mie tersentak kaget karena bentakkan Donghae.“Donghae-ssi, boleh aku makan telur gulung ini? Sepertinya ini enak.” Ujar Hie Mie saat mereka sedang menikmati bekal mereka. Donghae sudah mulai tidak mengusir Hie Mie lagi saat Hie Mie mendekatinya.
Walaupun Donghae masih belum mau mengobrol banyak dengan Hie Mie. “JANGAN!” Teriak Donghae. Hie Mie melonjak kaget.“Kamu, aaarrgh!” Donghae menjambak rambutnya frustasi. “Cukup Mie-ah!!.” Ujar Donghae, ini pertama kalinya Donghae menyebut nama Hie Mie.
“Jangan dekati aku lagi.” Donghae merapikan bekalnya dan bangkit dari duduknya.“waeyo Donghae-ssi?” Tanya Hie Mie dengan bibir gemetar. “Kamu menggangguku! Tolong jangan dekati aku.” Bentak Donghae.
“Waeyo?” Tanya Hie Mie lagi sambil menahan air mata, seolah ada sejuta mengapa dalam hatinya. Donghae tak menjawab, ia tetap berjalan meninggalkan Hie Mie. “ Jeongmal bogoshippo, Donghae-ssi!!” Teriak Hie Mie. Sejenak Donghae berhenti, kemudian ia menoleh.
Kembali Hie Mie melihat kesedihan yang mendalam dimata Donghae. “Kamu akan menyesal mengatakan itu.” Kemudian Donghae pun pergi, meninggalkan Hie Mie yang menangis ditempat duduknya.
***
Hie Mie terbelalak kaget saat mendapati Donghae ada didepan pintu pagar rumahnya. Donghae terdiam mematung dibawah siraman hujan yang deras.
Hie Mie langsung berlari keluar rumah sambil membawa payung, kemudian memayunginya.“Donghae-ssi, waeyo kau ada disini? waeyo kamu tak bawa payung? Nanti kamu sakit.” Donghae tersenyum pahit. “Aku memang sudah sakit Mie-ah.” Hie Mie agak kaget mendengar Donghae memanggilnya.
“Apa maksudmu Hae-ah?” Tanya Hie Mie . “Aku sakit Mie-ah, aku terkena kanker otak.” BRUK. Payung Hie Mie terlepas dari genggamannya. Hie Mie menatap nanar Donghae yang ada dihadapannya, siraman hujan membasahi seluruh tubuh Donghae, matanya redup.“Ba... Bagaimana bisa?” Donghae memotong kata-kata Hie Mie.
“appaku yang meninggal juga karena terkena kanker otak jadi ini mungkin keturunan.” Hie Mie tak dapat lagi membendung air matanya, kakinya lemas, dadanya sesak, semua terjawab sudah. Semua pertanyaan yang memenuhi kepalanya terjawab karena pengakuan Donghae. “Sudah kubilang bukan? Bahwa kamu akan menyesal telah menyukaiku?” Donghae tersenyum, lagi-lagi senyum pahit.
“Gomawo Mie-ah, karena kamu satu-satunya orang yang memayungiku juga melindungiku dengan kehangatanmu.” Kini Hie Mie dapat melihat Donghae menangis. Donghae mengecup lembut pipi Hie Mie.“Selamat tinggal.” Ujarnya, kemudian Donghae berlari meninggalkan Hie Mie yang semakin terisak dibawah derasnya hujan
Donghae tidak masuk sekolah, hingga dua minggu berikutnyapun Donghae tetap tidak masuk sekolah. Hie Mie mencoba mencari tahu kabar Donghae dengan menghampiri rumah Donghae . Rumah Donghae kosong, Hie Mie mendapat kabar dari tetangga Donghae, bahwa Donghae sedang di rumah sakit, Donghae akan menjalani operasi tiga hari lagi.
Hie Mie kembali terisak, ia dapat merasakan kepedihan yang dirasakan Donghae , bagaimana Donghae harus menjaga diri dengan menjauhi teman-teman sekelasnya karena penyakitnya, bagaimana penderitaannya menahan sakit seorang diri.
Hie Mie tidak tahu bagaimana caranya untuk menolong Donghae , ia ingin Donghae sembuh, walaupun kecil kemungkinannya. Hie Mie teringat akan dongeng lama yang di ceritakan eommanya, tentang menerbangkan seribu pesawat dari kertas, katanya jika kita menerbangkan seribu pesawat kertas bertuliskan permohonan, permohonannya akan terkabul.
Dan Hie Mie melakukannya, ia membuat origami pesawat kertas tiap harinya, waktunya hanya tinggal tiga hari sampai operasi Donghae. Sambil membuat seribu pesawat kertas dengan tulisan ‘semoga Donghae sembuh’ Hie Mie berdoa, ia berdoa disetiap lipatan kertas, ia berdoa disetiap tulisan yang ia buat. Hie Mie semakin yakin bahwa ia tidak menyesal, ia tidak menyesal telah menyukai Donghae .
***
Dunia menangis, hujan seakan ikut mengantarkan kepergian Donghae . Dapat Hie Mie lihat eomma Donghae terisak disamping nisan Donghae . Teman-teman sekelas Hie Mie ikut menghadiri pemakaman Donghae .
Hie Mie berdiri mematung sambil memandangi proses penguburan Donghae . Seung Rin sedari tadi terus merangkul Hie Mie dan menggenggam erat tangan Hie Mie, seolah memberi kekuatan. Hie Mie tak sanggup lagi menangis, ia mati rasa. Seribu pesawat kertas yang ia terbangkan tidak dapat membuat Donghae terus berada disisinya.
Sampai proses penguburan selesai Hie Mie masih tetap tak bergeming, hingga eomma Donghae menghampirinya dan memeluknya, kemudian eomma Donghae memberikan sepucuk surat padanya. Hie Mie membuka surat tersebut, air mata menetes membasahi pipinya.
Mie-ah, Gomawo karena kamu telah memayungiku hari itu, Gomawo karena kamu mau berteman denganku, Gomawo karena keceriaanmu, aku akhirnya berani menjalani operasi, Gomawo karena telah menyayangiku, Mianhae ne Mie-ah, karena telah membentakmu, mengusirmu dari hidupku. Mianhae karena ternyata aku tidak bisa menahan diri, dan dengan lancang telah menyukaimu sejak kau memayungiku dulu. Tetaplah menjadi Mie-ah yang ceria, Yang selalu menghangatkanku biarpun dinginnya hujan menusuk hingga tulangku. Jeongmal Saranghaeyo Mie-ah
-THE END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian adalah semangat buat saya ^^